Sepulang
sekolah Ega menemui Tias.
“maaf bos,
tapi gue bukan majikan lu lagi.” kata Tias.
“gue tau, lu
juga gak wajib bilang gue bos. Sorry selama ini gue udah jahat sama elo.” Kata
Ega
“nggak papa
kok. Gue udah maafin lo.” Kata Tias lalu tersenyum pada Ega.
“kalo gitu,
lu mau kan temenan sama gue?” tanya Ega.
“kenapa
nggak? Sejak dulu gue udah anggap lu temen, sama temen-temen lu juga. Walaupun
gue tau seberapa benci kalian sama gue.” Kata Tias tenang
“benarkah?...
terima kasih.” Kata Ega.
“kita
sama-sama manusia, tidak seharusnya bertengkar. Tapi nafsu memang sangat sulit
untuk dihentikan. Sudah dalam diri sendiri. Jadi gue berusaha supaya tenang dan
mengesampingkan dendam.” Kata Tias.
“lo benar.”
Jawab Ega.
“oh ya, gue
pingin nunjukin lu sesuatu.” Kata Tias
“nunjukin
apa?” tanya Ega.
Tias
mengajak Ega ke suatu tempat. Beberapa saat kemudian mereka sampai di sebuah
lorong menuju tempat Tias merenung, Pohon Sahabat.
“ini kan,
lorong ke pohon angker itu? Lu minta gue masuk ke sana?” tanya Ega.
“iya. Emang
apanya yang angker? setiap jam istirahat gue sering ke sana. Gak ada kok
penampakan atau semacamnya.” kata Tias.
“lu sering
kesini? Sendirian?” tanya Ega.
“emangnya
sama Siapa lagi? gue gak punya temen, maksud gue temen dekat.” Kata Tias.
“tapi apa
awalnya lu gak takut ke sini sendirian?” tanya Ega.
“enggak.
Soalnya disini ada peninggalan ayah gue dan ayah lu.” Jawab Tias.
“peninggalan?
Peninggalan apa?” tanya Ega.
“bakal gue
tunjukin. Tapi lu takut gak, pergi ke sana?” tanya Tias.
“gue gak
yakin. Lu gak nipu gue kan?” tanya Ega takut.
“enggak,
beneran deh. Lu bisa pegang omongan gue.” Jawab Tias.
Ega pun
percaya pada Tias. Jadi, mereka bersama-sama memasuki lorong menuju Pohon
Sahabat. Sesampainya di atas pohon tersebut Ega takjub. Ia melihat sebuah kebun
kecil penuh dengan bunga berwarna-warni. Dan juga ada air terjun kecil yang
indah.
“wow, bagus
sekali. gue sampai gak percaya sama apa yang gue lihat ini?” kata Ega.
“Dulu ayah
gue dan ayah lu itu sahabatan. Mereka masuk ke sekolah ini bareng-bareng. Lu
nggak di kasih tau ayah lu?” tanya Tias.
“orang tua
gue meninggal sewaktu gue masih kecil. Sekarang gue Cuma sama om dan tante gue.”
Kata Ega.
“oh.. sorry,
aku tidak bermaksud.” Kata Tias yang merasa bersalah.
“tidak. Lu
berhak tahu. Beruntung gue ketemu elo. Gue bisa banyak tahu tentang bokap gue
semasa muda.” kata Ega.
“orang tua
gue ada di luar kota. Gue cuma ngontrak disini. Sorry kayaknya lu harus
menundanya.” Kata Tias.
“gak papa.”
Kata Ega sedikit kecewa.
Beberapa
saat kemudian Ega turun dari pohon disusul Tias itu, tiba-tiba Tias terpeleset
dan jatuh. Di saat yang tepat Ega menangkap Tias. Daun-daun berguguran, angin
berhembus sepoi-sepoi. Musik alam memainkan lagunya. 3 bulan terlampaui. Ega
dan Tias semakin dekat. Mereka berteman layaknya sahabat, namun Ega mulai
terasa asing bagi teman-temannya. Teman-teman Ega tak menyadari kedekatan Ega
dengan Tias, karena mereka tak pernah melihat Ega dan Tias bersama-sama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar