Sabtu, 13 Desember 2014

Pengorbanan (Bab 4 Dibalik Pohon Sahabat)

Hello readers,ternyata kejadian tak terduga mendatangi Vava sehingga Vava lupa untuk melanjutkan postingan. Semoga readers masih tetap setia ya membaca cerita dari Vava ^_^ , ini dia lanjutan dari kisah "Pengorbanan". Selamat Membaca...



Sepulang sekolah Ega menemui Tias.
“maaf bos, tapi gue bukan majikan lu lagi.” kata Tias.
“gue tau, lu juga gak wajib bilang gue bos. Sorry selama ini gue udah jahat sama elo.” Kata Ega
“nggak papa kok. Gue udah maafin lo.” Kata Tias lalu tersenyum pada Ega.
“kalo gitu, lu mau kan temenan sama gue?” tanya Ega.
“kenapa nggak? Sejak dulu gue udah anggap lu temen, sama temen-temen lu juga. Walaupun gue tau seberapa benci kalian sama gue.” Kata Tias tenang
“benarkah?... terima kasih.” Kata Ega.
“kita sama-sama manusia, tidak seharusnya bertengkar. Tapi nafsu memang sangat sulit untuk dihentikan. Sudah dalam diri sendiri. Jadi gue berusaha supaya tenang dan mengesampingkan dendam.” Kata Tias.
“lo benar.” Jawab Ega.
“oh ya, gue pingin nunjukin lu sesuatu.” Kata Tias
“nunjukin apa?” tanya Ega.
Tias mengajak Ega ke suatu tempat. Beberapa saat kemudian mereka sampai di sebuah lorong menuju tempat Tias merenung, Pohon Sahabat.
“ini kan, lorong ke pohon angker itu? Lu minta gue masuk ke sana?” tanya Ega.
“iya. Emang apanya yang angker? setiap jam istirahat gue sering ke sana. Gak ada kok penampakan atau semacamnya.” kata Tias.
“lu sering kesini? Sendirian?” tanya Ega.
“emangnya sama Siapa lagi? gue gak punya temen, maksud gue temen dekat.” Kata Tias.
“tapi apa awalnya lu gak takut ke sini sendirian?” tanya Ega.
“enggak. Soalnya disini ada peninggalan ayah gue dan ayah lu.” Jawab Tias.
“peninggalan? Peninggalan apa?” tanya Ega.
“bakal gue tunjukin. Tapi lu takut gak, pergi ke sana?” tanya Tias.
“gue gak yakin. Lu gak nipu gue kan?” tanya Ega takut.
“enggak, beneran deh. Lu bisa pegang omongan gue.” Jawab Tias.
Ega pun percaya pada Tias. Jadi, mereka bersama-sama memasuki lorong menuju Pohon Sahabat. Sesampainya di atas pohon tersebut Ega takjub. Ia melihat sebuah kebun kecil penuh dengan bunga berwarna-warni. Dan juga ada air terjun kecil yang indah.
“wow, bagus sekali. gue sampai gak percaya sama apa yang gue lihat ini?” kata Ega.
“Dulu ayah gue dan ayah lu itu sahabatan. Mereka masuk ke sekolah ini bareng-bareng. Lu nggak di kasih tau ayah lu?” tanya Tias.
“orang tua gue meninggal sewaktu gue masih kecil. Sekarang gue Cuma sama om dan tante gue.” Kata Ega.
“oh.. sorry, aku tidak bermaksud.” Kata Tias yang merasa bersalah.
“tidak. Lu berhak tahu. Beruntung gue ketemu elo. Gue bisa banyak tahu tentang bokap gue semasa muda.” kata Ega.
“orang tua gue ada di luar kota. Gue cuma ngontrak disini. Sorry kayaknya lu harus menundanya.” Kata Tias.
“gak papa.” Kata Ega sedikit kecewa.
Beberapa saat kemudian Ega turun dari pohon disusul Tias itu, tiba-tiba Tias terpeleset dan jatuh. Di saat yang tepat Ega menangkap Tias. Daun-daun berguguran, angin berhembus sepoi-sepoi. Musik alam memainkan lagunya. 3 bulan terlampaui. Ega dan Tias semakin dekat. Mereka berteman layaknya sahabat, namun Ega mulai terasa asing bagi teman-temannya. Teman-teman Ega tak menyadari kedekatan Ega dengan Tias, karena mereka tak pernah melihat Ega dan Tias bersama-sama.
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar